Tidak
dipungkiri lagi, kekayaan alam Indonesia sangatlah melimpah ruah. Flora, fauna,
dan barang tambang tersimpan besar di tanah Indonesia ini. Semuanya itu
seharusnya digunakan untuk kesejahteraan rakyat, seperti diamanatkan dalam Undang-Undang
Dasar 1945 pasal 33 ayat 3 menyatakan: “Bumi, air dan kekayaan alam yang
terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat”. Hal ini mengharuskan seluruh hasil dari sektor pertambangan
memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk masyarakat. Untuk meningkatkan nilai
manfaat tersebut, bijih yang dihasilkan dari pertambangan sebaiknya diolah
terlebih dahulu.
Menanggapi hal tersebut,
pemerintah mengeluarkan UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara yang dijelaskan lebih lanjut oleh PP No. 23 Tahun 2010. Di dalam
peraturan pemerintah tersebut dijelaskan bahwa perusahaan pertambangan harus melakukan pengolahan dan pemurnian di
dalam negeri dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) tahun sejak berlakunya
Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Artinya, sejak 12 Januari 2014, semua barang tambang yang belum dimurnikan
tidak boleh diekspor.
Namun, ada sisi lain yang lebih
menarik untuk dibahas terkait kaitan Islam dengan dunia pertambangan, yaitu
mengenai pertambangan yang ramah lingkungan. Sudah banyak diketahui, bahwa
pertambangan pastilah merusak lingkungan, namun alibi yang dikeluarkan oleh
para pengusaha, tambang hanyalah merubah rona lingkungan, tidak merusak
lingkungan. Memang beberapa perusahaan menerapkan pertambangan ramah
lingkungan, lantas bagaimana perusahaan yang tidak melakukan kegiatan
pertambangan ramah lingkungan menurut perspektif Islam?
Mengenal Islam sebagai Rahmatan lil
Alamin
Islam sebagai agama samawi
terakhir di dunia, di bawa oleh Nabi Muhammad saw. sebagai penyempurna
agama-agama sebelumnya. Konsekuensinya, Islam akan dan harus bisa menjawab
tantangan-tantangan dari kedinamisan yang ada di dunia sampai masa akhir
nanti (kiamat). Tantangan tersebut dapat berupa tantangan yang berhubungan
dengan tauhid, jinayah maupun muamalah. Walaupun tantangan dari
kedinamisan perjalanan masa dapat terjawab dengan sempurna oleh Islam, namun
banyak kalangan tetap berprasangka, bahwa jalan terbaik menghilangkan prasangka
tersebut adalah harus dijawab secara ilmiah sehingga pemecahan persoalan
terjawab secara objektif. (M. Rasjidi, 1976:7)
Dalam al-Qur'an dijelaskan
bahwa manusia diciptakan sebagai khalifah di bumi. Kewajiban manusia
sebagai khalifah di bumi adalah dengan menjaga dan mengurus
bumi dan segala yang ada di dalamnya untuk dikelola sebagaimana mestinya.
Dalam hal ini kekhalifahan sebagai tugas dari Allah untuk mengurus bumi
harus dijalankan sesuai dengan kehendak penciptanya dan tujuan penciptaannya.(Harun
Nasution, 1992: 542)
Perspektif Islam mengenai
Pertambangan Ramah Lingkungan
Barang tambang
diberikan Allah untuk dimanfaatkan bagi kesejahteraan manusia. Dalam Al Quran,
hal ini dijelaskan dalam beberapa ayat,
antara lain dalam QS. Ar Ra’d (13) : 17, yang artinya :
”Allah
telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah
menurut ukurannya, maka arus itu membawa buih yang mengambang. Dan dari apa
(logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada
(pula) buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah Allah membuat perumpamaan
(bagi) yang benar dan yang bathil. Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu
yang tak ada harganya; adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia
tetap di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan- perumpamaan” (QS al-Ra’d
[13]:17)
Selain itu, dalam QS. Al Hadid (57) : 25
yang artinya:
“Dan
Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai
manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah
mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah
tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa”. (QS.
Al-Hadid [57]:25)
Dalam pemanfaatan
sumber daya alam pertambangan, hampir semua perusahaan saat ini lebih
menitikberatkan pada faktor ekonomi dibanding faktor moral dan etika
lingkungan. upaya pelestarian lingkungan yang dilakukan hanya pada tataran sains
dan teknologi untuk mengurangi dampak lingkungan yang ada. Pada hakekatnya
dalam mencegah pencemaran dan perusakan lingkungan terhadap pertambangan, harus
didasarkan rencana pertambangan yang sistematis yang mempertimbangkan aspek
kerusakan lingkungan dari eksplorasi sampai pada reklamasi. Agama Islam
mempunyai pandangan dan konsep yang sangat jelas terhadap perlindungan dan
pengelolaan lingkungan sumber daya alam, karena manusia pada dasarnya khalifah
Allah di muka bumi yang diperintahkan tidak hanya untuk mencegah perilaku
menyimpang (nahi munkar), tetapi juga untuk melakukan perilaku yang baik (amr
ma’ruf).
Pengelolaan sumberdaya alam tambang harus tetap menjaga
keseimbangan dan kelestariannya. Karena kerusakan sumberdaya alam tambang oleh
manusia harus dipertanggung-jawabkan di dunia dan akhirat. Prinsip ini
didasarkan pada Q.S. al-Rum, (30) :41 bahwa
“Telah Nampak kerusakan di darat dan
di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan
kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali
(ke jalan yang benar)”.
Selain
itu, hal ini dijelaskan pula dalam QS. Al Araf : 56
" Dan janganlah kalian membuat kerusakan
di atas muka bumi setelah Allah memperbaikinya dan berdo'alah kepada-Nya dengan
rasa takut tidak diterima dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat
Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik". (al-A'raf:56)
Perspektif Islam mengenai
Pertambangan Ramah Lingkungan di Indonesia (Majelis Ulama Indonesia)
Pelaksanaan
pertambangan yang Islami harus berdasarkan proses dan mekanisme yang
ditentukan. Kegiatan pertambangan diawali dengan proses studi kelayakan yang
melibatkan masyarakat pemangku kepentingan (stake holders), kemudian
dilaksanakan dengan ramah lingkungan (green mining), tidak menimbulkan
kerusakan dan pencemaran lingkungan melalui pengawasan (monitoring)
berkelanjutan, dan dilanjutkan dengan melakukan reklamasi, restorasi dan
rehabilitasi. Selain itu, pemanfaatan hasil tambang harus mendukung ketahanan
nasional dan mewujudkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan amanat UUD.
Pelaksanaan
pertambangan wajib menghindari kerusakan (daf’u al-mafsadah), antara
lain: menimbulkan kerusakan ekosistem darat dan laut, menimbulkan pencemaran
air serta rusaknya daur hidrologi (siklus air), menyebabkan kepunahan atau
terganggunya keanekaragaman hayati yang berada di sekitarnya, menyebabkan
polusi udara dan ikut serta mempercepat pemanasan global, mendorong proses
pemiskinan masyarakat sekitar, dan mengancam kesehatan masyarakat.
Fatwa Majelis Ulama
Indonesia (MUI) bersama Kementerian Lingkungan Hidup dalam upaya merubah
perilaku dan meningkatkan kesadaran umat muslim sebagai potensi terbesar
bangsa, atas pentingnya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam
pemanfaatan sumber daya alam (khusus pertambangan) harus sesuai dengan kaidah
syariah. MUI telah menandatangani memorandum of understanding (MoU) No.
14/MENLH/12/2010 dan Kep-621/MUI/XII/2010 pada tanggal 15 Desember 2010, telah
disepakati bersama Fatwa Majelis Ulama Indonesia No. 22 Tahun 2011 tentang
Pertambangan Ramah Lingkungan. Fatwa MUI ini merupakan bentuk pendekatan moral
dalam pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Adapun fatwa MUI ini bertujuan untuk
1. Memperkuat
penegakan hukum positif terutama dalam upaya mengendalikan kerusakan lingkungan
di sektor pertambangan.
2. Memberi
penjelasan dan pemahaman yang benar pada seluruh lapisan masyarakat mengenai
hukum normatif (keagamaan) terhadap beberapa masalah yang berkaitan dengan
lingkungan hidup.
3. Sebagai
salah satu upaya untuk menerapkan sanksi moral dan etika bagi pemangku
kepentingan, termasuk masyarakat terhadap perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup, khususnya di sektor pertambangan.
Sekarang ini, sudah sepatutnya Islam
bisa menjadi solusi bagi segala permasalahan di dunia ini, termasuk
pertambangan. Pertambangan Indonesia yang kini kurang menguntungkan dari segi kesejahteraan
masyarakat dan kurang bersahabat dengan lingkungan sudah sepatutnya berubah.
Indonesia dengan kekayaan alam tambangnya harus mandiri, rakyatnya sejahtera
secara ekonomi. Begitu pula dengan pengelolaannya, Indonesia harus mempertegas
batas kerusakan lingkungan yang ditimbulkan dari aktivitas penambangan. Bahkan
sudah sepatutnya perusahaan mengembalikan rona lingkungan yang awalnya hijau
dan indah. Pemerintah harus tegas, harus berani menindak perusahaan nakal yang
tidak memperhatikan aspek lingkungan dalam proses penambangannya. Islam dengan
jelas mengatur hal itu. Jadi, majulah pertambangan demi pembangunan.
0 komentar:
Posting Komentar